Di era
sekarang ini mungkin banyak yang kurang faham mengenai ilmu laku. Kata laku ini di ambil dari falsafah jawa, pada kalangan pondok pesantren ilmu laku ini diartikan terhadap adab ataupun ahlak terutama laku kita di lingkungan sekitar
dan juga di kehidupan sehari
hari. Sebenarnya mudah untuk melakukanya
jika kita benar benar menggunakan hati (ikhlas) untuk mengerjakanya, tapi terkadang
sama sekali tak terlintas di benak kita karena menganggap ini suatu hal yang sepele.
Kajian
ilmu laku ini mencakup tiga aspek yang sangat mendasar yang pertama adalah
melihat dan tentunya melihat sesuatu yang baik. Berawal dari
melihat sesuatu yang seharusnya kita
lakukan namun enggan untuk mengerjakanya. Hal itu terjadi karena masih bertentangan dengan hati kita yang belum terbiasa tanggap dengan apa yang seharusnya
kita
kerjakan. Sesungguhnya hati kita
itu sangatlah peka dan selalau tanggap dengan apa yang kita lihat, bahkan bukan tidak mungkin pula
dengan sesuatu yang tidak bisa kita
lihat dengan mata telanjang asalkan hati
kita benar benar bersih. Memang terkadang keinginan niat dalam hati
untuk melakukan kebaikan
sudah ada,tapi kita masih menunda nunda untuk mengerjakanya sehingga
kita lalai terhadap apa yang sudah di
niatkan dalam hati, walau sesungguhnya
niat yang baik itu sudah
terhitung pahala. Jika kita sadari
sebenarnya bahwa yang menjadikan kita enggan untuk melakukanya adalah bisikan bisikan syetan yang
tidak suka terhadap kebaikan yang akan kita lakukan. Sadarkah bahwa hati
sedang melawan bisikan bisikan
itu…?
Yang
kedua adalah mendengar, dalam pada itu bahwa belajar dari mendengar itu sangatlah
mudah dan insyaalloh tak akan menjadikan beban bagi kita. Alloh telah memberikan
kesempurnaan indra dalam diri kita di antaranya ialah telinga, sehingga kita bisa mendengar suara apapun di sekitar kita, terutama untuk mendengar sesuatu yang bermanfaat seperti
kajian kajian agama dan keruhanian tentunya. Sebenarnya jika kita mau mengamati antara melihat dan mendengar itu hubunganya sangatlah erat,karena dari melihat dan mendengarlah sehingga kita
bisa melakukanya. Tapi terkadang kita
hanya mendengar namun tidak di curahkan kedalam hati akhirnya kitapun
lalai terhadap apa yang kita dengar, bahkan kebanyakan masuk telinga
kanan dan langsung keluar ketelinga
kiri.
“Sesungguhnya yang mendengar itu lebih tajam ingatanya dari pada yang berbicara”
Sebanarnya banyak wawasan keagamaan yang sering kita dengar khususnya kajian ilmu laku ataupun mengenai ahlak. Dalam hal
ini hati pulalah yang selalu berperan
aktif untuk selalu mendorong dalam kebaikan dan melakukan kegiatan kegiatan positif. Tak bisa di pungkiri bahwa jika kita mendengar suatu pembicaraan dari orang yang mungkin kita anggap bukan orang ‘alim atau mungkin orang yang biasa biasa saja, terkadang hati kita masih
bertentangan dengan apa yang di ucapkanya. Hal itu terjadi karena apa yang ia
katakan belum seide atau sejalan dengan kita, bahkan terkadang bisa menjadi sebuah perdebatan karena saling mempertahankan
argumenya lebih lebih jika sudah menggunakan nafsu maka hatipun akan tertutup. Sesungguhnya yang seperti itu tidaklah pernah di ajarkan dalam ilmu laku.
Jika kita
kaji lebih dalam, mungkin ucapanya belum bisa kita terima hanya karena kita
melihat dan mendengar dari siapa yang menjadi lawan bicara, padahal yang ia katakana memang benar adanya. Andaikan saja kita bisa menggunakan hati kita dan
bukan menggunakan nafsu, sebenarnya
apa yang telah ia ucapkan bisa menjadi refrensi dan bertambahnya wawasan kita. Jika kita bandingkan sebagai perumpamaan
andaikan yang berbicara itu adalah orang ‘alim atau sepadannya, walaupun
terkadang apa yang
ia ucapkan berbeda dengan pengetahuan kita, pasti yang menjadi lawan bicara pun tak akan berani menyangkal lebih lebih menyalahkan, padahal kita tau bahwa
apa yang ia ucapkan memang belum pas. Hal itu terjadi karena melihat siapa yang
sedang berbicara.
“Jangan menganggap buruk kepada orang yang pernah kamu anggap baik siapa tau dia sedang dalam kelalaian”
Sebenarnya
kita tidaklah boleh membeda bedakan antara yang satu dengan yang lain,
kedepankan khusnudzon mungkin ia sedang berada dalam kelalaian tak ada yang sempurna di antara
kita, karena kesempurnaan itu hanya milik Alloh dan sesungguhnya yang tau antara
benar dan salah itu hanyalah Alloh.
Yang ketiga adalah melakukan,pembahasan ini
mencakup dari tiga aspek tersebut dan mungkin
ini yang paling sulit di antara ke tiganya.
Berawal dari melihat kemudian mendengar namun apakah kita sudah siap untuk melakukan…? Jika kita fikir secara logis ilmu laku
itu sangatlah mudah, tapi banyak yang mengatakan bahwa ini adalah ilmu yang paling sulit karena harus di
awali dengan niat yang ikhlas. Pada hakikatnya semua manusia itu sama, yaitu mempunyai hati
yang bersih dan suci karena itu sudah menjadi fitroh manusia yang di berikan Alloh terhadap hambanya. Andai saja manusia bisa selalau menjaga kefitrohanya tentu
saja di dunia ini tidak akan ada rasa kebencian dan perselisihan di antara sesama. Untuk itu di dalam islam
di ajarkan bagaimana caranya agar kita bisa merubah sikap dan ahlak ahlak yang kurang baik menuju kefitrohanya kembali.
“sesungguhnya Alloh selalu menerima tobat dan memberikan ampunan dari setiap hamba yang meminta kepadanya”
Mengerjakan atau
melakukan sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk memang tidaklah mudah karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan. Jika suatu kebiasaan di tanamkan
sejak masih dini insyaalloh nanti
tatkala besar ia akan terbiasa. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana kalau seseorang yang sudah dewasa tapi ia
belum mempunyai kebiasaan baik…? Untuk
menjawab pertanyaan ini memang tidak mudah karena merubah suatu kebiasaan itu membutuhkan proses, terutama niat itu memang
muncul dari diri kita sendiri bukan adanya keterpaksaan dari orang lain. Di
zaman yang serba modern seperti sekarang
ini lingkungan dan pergaulan juga sangat berpengaruh karena terlalu banyak sisi negatifnya. Maka dari itu di dalam
islam khususnya pondok pondok pesantren selalu mengajarkan bagaimana caranya agar bisa menjadi yang lebih
baik. Dari situlah nantinya yang akan
membentuk sifat dan karakter laku kita terhadap sesama
karena pergaulan dan lingkungan
pendidikan yang sangat mendukung. Tapi
itu juga bukan sebagai jaminan tergantung dari niat dan keikhlasan kita.
Untuk bisa melakukan atau mengerjakan yang berkaitan dengan laku tentunya, seseorang tidak boleh melihat dari besar kecilnya pahala, karena dari sesuatu yang kecilpun bisa terlihat besar di hadapan Alloh. Sebagai contoh misalnya menyingkirkan ranting kayu di jalan
yang sering di lewati oleh manusia, memang kelihatanya sangatlah mudah namun belum tentu setiap orang bisa atau mau untuk melakukanya,karena hal ini tergantung dari
tanggap dan tidaknya kepekaan hati terhadap apa yang kita lihat. Ibarat kata
di dalam ilmu ketasawufan tidaklah mengajarkan ilmu yang menjulang langit, tapi
bagaimana caranya agar hati kita selalu hidup dan tawakal kepadanya.
“Sesungguhnya berawal dari melakukan sesuatu yang kecil itu bisa menjadikan pahala yang besar di hadapan alloh asalkan kita ikhlas karenanya”
Wallohu a’lam bissawab…..
3 komentar:
mantabssss gann...
enyo maksut ejo
Aku madan mudeng tok
Posting Komentar