Pages

Senin, 02 Maret 2015

Konsep Ilmu Laku



Di era sekarang ini mungkin banyak yang kurang faham mengenai ilmu laku. Kata laku ini di ambil dari falsafah jawa, pada kalangan pondok pesantren ilmu laku ini diartikan terhadap adab ataupun ahlak terutama laku kita di lingkungan sekitar dan juga di kehidupan sehari hari. Sebenarnya mudah untuk melakukanya jika kita benar benar menggunakan hati (ikhlas) untuk mengerjakanya, tapi terkadang sama sekali  tak terlintas di benak kita karena menganggap ini suatu hal yang sepele.

Kajian ilmu laku ini mencakup tiga aspek yang sangat mendasar yang pertama adalah melihat dan tentunya melihat sesuatu yang baik. Berawal dari melihat sesuatu yang seharusnya kita lakukan namun enggan untuk mengerjakanya. Hal itu terjadi karena masih bertentangan dengan hati kita yang belum terbiasa tanggap dengan apa yang seharusnya  kita kerjakan. Sesungguhnya hati  kita itu sangatlah peka dan selalau tanggap dengan apa yang kita lihat, bahkan bukan tidak mungkin pula dengan sesuatu yang tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang asalkan hati kita benar benar bersih. Memang terkadang keinginan niat dalam hati untuk melakukan kebaikan sudah ada,tapi kita masih menunda nunda untuk mengerjakanya sehingga kita lalai terhadap apa yang sudah di niatkan dalam hati, walau sesungguhnya niat yang baik itu sudah terhitung pahala. Jika kita sadari sebenarnya bahwa yang menjadikan kita enggan untuk melakukanya adalah bisikan bisikan syetan yang tidak suka terhadap kebaikan yang akan kita lakukan. Sadarkah bahwa hati sedang melawan bisikan bisikan itu…?
         
Yang kedua adalah mendengar, dalam pada itu bahwa belajar dari mendengar itu sangatlah mudah dan insyaalloh tak akan menjadikan beban bagi kita. Alloh telah memberikan kesempurnaan indra dalam diri kita di antaranya ialah telinga, sehingga kita bisa mendengar suara apapun di sekitar kita, terutama untuk mendengar sesuatu yang bermanfaat seperti kajian kajian agama dan keruhanian tentunya. Sebenarnya jika kita mau mengamati antara melihat dan mendengar itu hubunganya sangatlah erat,karena dari melihat dan mendengarlah sehingga kita bisa melakukanya. Tapi terkadang kita hanya mendengar namun tidak di curahkan kedalam hati akhirnya kitapun lalai terhadap apa yang kita dengar, bahkan kebanyakan masuk telinga kanan dan langsung keluar ketelinga kiri.

        “Sesungguhnya yang mendengar itu lebih tajam ingatanya dari pada yang berbicara”

            Sebanarnya banyak wawasan keagamaan yang sering kita dengar khususnya kajian ilmu laku ataupun mengenai ahlak. Dalam hal  ini hati pulalah yang selalu berperan aktif untuk selalu mendorong dalam kebaikan dan melakukan kegiatan kegiatan positif. Tak bisa di pungkiri bahwa jika kita mendengar suatu pembicaraan dari orang yang mungkin kita anggap bukan orang ‘alim atau mungkin orang yang biasa biasa saja, terkadang hati kita masih bertentangan dengan apa yang di ucapkanya. Hal itu terjadi karena apa yang ia katakan belum seide atau sejalan dengan kita, bahkan terkadang bisa menjadi sebuah perdebatan karena saling mempertahankan argumenya lebih lebih jika sudah menggunakan nafsu maka hatipun akan tertutup. Sesungguhnya yang seperti  itu tidaklah  pernah di ajarkan dalam ilmu laku.
        Jika kita kaji lebih dalam, mungkin ucapanya belum bisa kita terima hanya karena kita melihat dan mendengar dari siapa yang menjadi lawan bicara, padahal yang ia katakana memang benar adanya. Andaikan saja kita bisa menggunakan hati kita dan bukan menggunakan  nafsu, sebenarnya  apa yang telah ia ucapkan bisa menjadi refrensi dan bertambahnya wawasan kita. Jika kita bandingkan sebagai perumpamaan andaikan yang berbicara itu adalah orang ‘alim atau sepadannya, walaupun terkadang apa yang ia ucapkan berbeda dengan pengetahuan kita, pasti yang menjadi lawan bicara pun tak akan berani menyangkal lebih lebih menyalahkan, padahal kita tau bahwa apa yang ia ucapkan memang belum pas. Hal itu terjadi karena melihat siapa yang sedang berbicara.         

        “Jangan menganggap buruk kepada orang yang pernah kamu anggap baik siapa tau dia sedang dalam kelalaian”      


        Sebenarnya kita tidaklah boleh membeda bedakan antara yang satu dengan yang lain, kedepankan khusnudzon mungkin ia sedang berada dalam kelalaian tak ada yang sempurna di antara kita, karena kesempurnaan itu hanya milik Alloh dan sesungguhnya yang tau antara benar dan salah itu hanyalah Alloh.
            Yang  ketiga adalah melakukan,pembahasan ini mencakup dari tiga aspek  tersebut dan mungkin ini yang paling sulit di antara ke tiganya. Berawal dari melihat kemudian mendengar namun apakah kita sudah siap untuk melakukan…? Jika kita fikir secara logis ilmu laku itu sangatlah mudah, tapi banyak yang mengatakan bahwa ini adalah ilmu yang paling sulit karena harus di awali dengan niat yang ikhlas. Pada hakikatnya semua manusia itu sama, yaitu mempunyai hati yang bersih dan suci karena itu sudah menjadi fitroh manusia yang di berikan Alloh terhadap hambanya. Andai saja manusia bisa selalau menjaga kefitrohanya tentu saja di dunia ini tidak akan ada rasa kebencian dan perselisihan di antara sesama. Untuk itu di dalam islam di ajarkan bagaimana caranya agar kita bisa merubah sikap dan ahlak ahlak yang kurang baik menuju kefitrohanya kembali.

            sesungguhnya Alloh selalu menerima tobat dan memberikan ampunan dari setiap hamba yang meminta kepadanya”

            Mengerjakan atau melakukan sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk memang  tidaklah mudah karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan. Jika suatu kebiasaan di tanamkan sejak masih dini insyaalloh nanti tatkala besar ia akan terbiasa. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana kalau seseorang yang sudah dewasa tapi ia belum mempunyai kebiasaan  baik…? Untuk menjawab pertanyaan ini memang tidak mudah karena  merubah suatu kebiasaan itu  membutuhkan proses, terutama niat itu memang muncul dari diri kita sendiri bukan adanya keterpaksaan dari orang lain. Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini lingkungan dan pergaulan juga sangat berpengaruh karena terlalu banyak sisi negatifnya. Maka dari itu di dalam islam khususnya pondok pondok pesantren selalu mengajarkan bagaimana caranya agar bisa menjadi yang lebih baik. Dari situlah nantinya yang akan membentuk sifat dan karakter laku kita  terhadap sesama karena pergaulan dan lingkungan pendidikan yang sangat mendukung. Tapi itu juga bukan sebagai jaminan tergantung dari niat dan keikhlasan kita.   
            Untuk bisa melakukan atau mengerjakan yang berkaitan dengan laku tentunya, seseorang tidak boleh melihat dari besar kecilnya pahala, karena dari sesuatu yang  kecilpun bisa terlihat besar di hadapan Alloh. Sebagai contoh misalnya menyingkirkan ranting kayu di jalan yang sering di lewati oleh manusia, memang kelihatanya sangatlah mudah namun belum tentu setiap orang bisa atau mau untuk melakukanya,karena hal ini tergantung dari tanggap dan tidaknya kepekaan hati terhadap apa yang kita lihat. Ibarat kata di dalam ilmu ketasawufan tidaklah mengajarkan ilmu yang menjulang langit, tapi bagaimana caranya agar hati kita selalu hidup dan tawakal kepadanya.

            “Sesungguhnya berawal dari melakukan sesuatu yang kecil itu bisa menjadikan pahala yang besar di hadapan alloh asalkan kita ikhlas karenanya

           
                                                Wallohu a’lam bissawab…..


3 komentar:

Posting Komentar